Rabu, 23 Januari 2013

SEBELAH TELINGA

Sejak papa mengganti komputer di rumah dengan komputer jinjing, Lala jadi lebih suka mengisi akhir pekannya dengan bermain game. Apalagi ada banyak pilihan permainan yang tersedia.

            “Lalaaa..,” terdengar suara mama memanggil namanya. “Tolong matikan keran air di kamar mandi.”
            Lala yang sedang asyik tidak segera menyahut. Bukannya Lala tidak mendengar tetapi permainan yang sedang dimainkannya sedang seru. Kalau ia menjawab panggilan mama kemudian menghampiri mama, sudah dapat dipastikan ia akan kalah.
Sejak papa mengganti komputer di rumah dengan komputer jinjing, Lala jadi lebih suka mengisi akhir pekannya dengan bermain game. Apalagi ada banyak pilihan permainan yang tersedia.
            “Lalaaa..,” terdengar suara mama memanggil namanya. “Tolong matikan keran air di kamar mandi.”
            Lala yang sedang asyik tidak segera menyahut. Bukannya Lala tidak mendengar tetapi permainan yang sedang dimainkannya sedang seru. Kalau ia menjawab panggilan mama kemudian menghampiri mama, sudah dapat dipastikan ia akan kalah.
            “Lalaaa..,” suara mama kembali terdengar.
            “Iyaa Maa..,” Lala akhirnya menyahut. Namun tatapan matanya tak lepas dari layar komputer di depannya. Tangannya sibuk bergerak memainkan tombol tanda panah yang ada di keyboard komputer.
            “Lala!” panggilan itu kembali terdengar. Kali ini dengan nada menyentak dan terdengar begitu dekat.
            Lala tersentak kaget. Ia mendongak. Dilihatnya mama berdiri di hadapannya. Kedua tangannya terlipat di depan dada. Sorot matanya begitu tajam. Buru-buru Lala menekan salah satu tombol yanga ada di papan ketik. Permainan yang semula tampak di layar komputer jinjingnya langsung berhenti.
            “I.. I.. ya.. Maa..,” jawab Lala dengan takut-takut.
            “Lala dengar tidak mama memanggil-manggil sejak tadi?” tanya Mama.
            “Dengar Ma,” jawab Lala.
            Mama tidak berkata apa-apa hanya menatap Lala dengan tajam.
            “Eh.. Nngg.. Anu.. Ma..” Lala tergagap-gagap. Tidak menemukan kalimat yang tepat untuk dikatakan. Buru-buru Lala bangkit dari posisi telungkup. “Eh.. tadi mama menyuruh apa ya?” Lala bertanya dengan takut-takut.
            “Mama minta tolong Lala mematikan keran air,” jawab Mama. Matanya masih menatap Lala dengan tajam. “Sekarang sudah mama matikan.”
            “Maaf deh, Ma,” Lala berkata sambil menunduk. “Lala gak gitu lagi dehh..”
            Mama kemudian berlalu. Lala menghela nafas lega. Mudah-mudahan mama tidak menceritakan kejadian tadi kepada papa. Lala khawatir papa tidak membolehkannya lagi bermain game.
            “Aha..! Aku ada ide,” Lala menjentikkan jarinya. “Kalau mama memanggilku lagi, aku harus cepat menjawab dan mengiyakannya supaya mama tidak marah,” Lala berkata dalam hati. “Setelah itu aku baru mencari apa yang mama ingin aku lakukan. Biasanya tidak jauh dari mematikan keran air, mengunci pintu pagar atau mematikan lampu.”
            Lala begitu senang dengan idenya. Setelah kejadian itu, setiap kali mama memanggil dan meminta tolong, Lala dengan cepat menyahut dan mengiyakan. Bukan berarti ia langsung melakukan yang diminta mama. Setelah berhasil mennyelesaikan permainan yang dimainkannya, Lala baru melakukan yang diminta mama.
            “Lalaaaa..,” terdengar suara mama memanggilnya kemudian dilanjutkan dengan permintaan tolong.
            Lala buru-buru menyahut dan mengiyakan. Namun matanya tidak lepas dari layar komputer jinjing yang ada di depannya.
            “Yihaaaa… akhirnya aku berhasil juga mencapai level lima!” Lala berseru gembira. Ditekannya tombol berhenti. Ditegakkannya tubuhnya yang sebelumnya menelungkup. Setelah meregangkan tubuhnya yang kaku, Lala melangkah ke luar kamar.
            Lala menuju kamar mandi. Dibukanya pintu kamar mandi. Dilihatnya tidak ada air yang mengalir dari keran air. Ditutupnya pintu kamar mandi. Lala kemudian memperhatikan lampu-lampu yang ada di dalam rumah. Tidak ada yang menyala. Lala mengerutkan kening. “Mungkin pintu pagar belum dikunci,” pikir Lala. Lala menyibakkan tirai dan melihat keluar. Dilihatnya pintu pagar tertutup rapat. “Tadi mama minta tolong apa ya?” Lala berusaha mengingat-ingat namun walaupun keningnya sudah berkerut, ia tidak dapat mengingat apa yang dikatakan mama.
            “Uhh.. gara-gara asyik main game, aku jadi bingung,” kata Lala dalam hati. Diperhatikannya sekelilingnya. Baru Lala sadar betapa sunyinya keadaan rumah!
            “Maaa..,” Lala memanggil. Tidak terdengar sahutan mama. “Mamaaa…,” panggilnya dengan suara lebih keras. Lala menajamkan pendengarannya. Tidak terdengar suara apapun!
            Lala bergegas menuju kamar mama. Dibukanya pintu kamar. Kosong! Lala kemudian menuju dapur. Tidak ada siapapun disana! Aduuhh… mama kemana ya?
            Setengah berlari Lala menuju halaman rumah. Dibukanya pintu pagar. Kadang-kadang mama menemani Nino, adiknya yang baru berusia setahun berjalan-jalan. Dilongokkannya kepalanya memandang ke ujung jalan. Tidak ada seorangpun di jalanan!
            Lala menutup pintu pagar kemudian berlari menuju telepon. Dipencetnya no telepon genggam mama. Nomor yang anda hubungi sedang tidak aktif, demikian suara yang terdengar di telepon.
            Lala meletakkan gagang telepon dengan lemas bercampur  panik. Butir-butir keringat membasahi keningnya. Jantungnya berdebar-debar. Mulutnya terasa kering. Aduuhh.. Mama kemana ya?
            Terdengar suara pagar terbuka. Lala melompat dari duduknya dan setengah berlari menuju pagar. Dilihatnya mama sedang membuka pintu pagar sambil menggendong Nino.
            “Mamaaa..!” Lala berseru gembira. “Mama kemana saja sih? Lala mencari-cari mama sejak tadi lohh.. Lala coba menghubungi telepon genggam mama tetapi tidak bisa tersambung,” Lala menyambut kedatangan mama dengan serentetan kata-kata.
            Mama menatapnya heran. “Mama kan sudah memberitahu Lala kalau mama hendak pergi ke minimarket di depan kompleks,” kata mama. “Telepon mama baterenya habis. Memangnya Lala tidak lihat telepon genggam mama ada di dekat telepon?”
            Lala tertegun. Ia teringat ketika mama memanggil namanya dan dirinya mengiyakan tanpa menyimak baik-baik apa yang dikatakan oleh mama.
            “Makanya kalau mama sedang bicara, jangan didengarkan hanya dengan sebelah telinga,” komentar mama.
            Lala meringis. Kalau saja ia mau menghentikan sebentar permainan yang ada di komputer, tentu ia tidak akan kebingungan seperti tadi. Lala berjanji besok-besok ia akan menyimak baik-baik sebelum berkata, Iyaa.. Maaa…

Diceritakan oleh Erlita Pratiwi

0 komentar:

Posting Komentar